Saturday, March 30, 2013

Megahnya Bromo yang Berselimut Kabut


detikTravel Community - 

Kawasan pegunungan Bromo memang sudah menjadi salah satu magnet wisata di Jawa Timur. Meskipun dikunjungi saat musim hujan dan penuh kabut, pesona Bromo tetap memukau.

Mengunjungi kawasan pegunungan Bromo merupakan salah satu impian saya sejak lama, dan bulan lalu, hal itu menjadi kenyataan. Namun sayang, hujan yang turun di malam hari sebelum saya berangkat membuat kawasan Bromo menjadi berkabut. Sehingga saya dan rombongan lainnya tidak bisa menikmatinya dengan sempurna. Meski demikian, Bromo tetap indah dan cantik.

Pada kesempatan itu saya berangkat sekitar pukul 22.00 WIB dari Kampung Inggris, Pare, Kediri. Perjalanan dari Kediri menuju destinasi pertama yaitu menikmati sunrise di Penanjakan, Pasuruan kami lalui dengan menggunakan mobil elf berkapasitas 15 orang.

Kami sampai sekitar pukul 03.00 di parkiran mobil kemudian dijemput mobil hardtop 4 WD untuk mendaki ke lokasi view point. Sambil menunggu mobil jemputan selanjutnya datang, para pengunjung bisa mulai mempersiapkan diri untuk menantang dingin.

Di parkiran itu banyak pedagang yang menjajakan sarung tangan, kaos kaki, syal dan topi kupluk, harganya sekitar Rp 10.000 - Rp 50.000, tergantung kepiawaian kita dalam menawar harga. Bagi yang belum membawa jaket, jangan khawatir di sana juga ada yang menyediakan jasa sewa jaket, harganya berkisar Rp 20.000 - Rp 25.000 dan bisa dipakai selama menikmati sunrise.

Setelah mobil hardtop jemputan datang, anggota rombongan dibagi menjadi enam orang tiap mobil. Setelah itu mobil melaju melewati rute yang cukup curam. Sesampainya di kawasan view point Penanjakan, udara di sana terasa sangat dingin. Meskipun saya sudah mengenakan dua lapis jaket lengkap dengan sarung tangan dan kaos kaki, tapi rasa dingin masih terasa menusuk. Selain itu asap juga keluar dari mulut saat kami bernafas.

Di Penanjakan itu sudah disediakan kursi kayu menghadap arah terbitnya matahari. Sayang sekali lagi sayang, meskipun kami tunggu sampai pukul 06.30, matahari tak mau juga muncul. Hanya warna putih kabut yang bisa kami nikmati. Akhirnya kami putuskan untuk kembali ke mobil hardtop dan melanjutkan perjalanan ke tujuan selanjutnya.

Destinasi kedua adalah melihat kawah Gunung Bromo yang berada di tengah-tengah Bromo-Tengger-Semeru. Kami diturunkan di tempat parkir hardtop dan harus berjalan cukup jauh untuk sampai ke kawah Bromo itu.

Karena saat itu saya ikut dengan teman perjalanan saya yang berasal dari Cirebon (maklum saat itu saya saya tidak kenal siapa pun) dan mereka memutuskan untuk naik kuda sampai di bawah tangga tanjakan, akhirnya saya ikut juga. Ya hitung-hitung mencoba mengendarai kuda setelah terakhir kali waktu masih kecil.

Untuk naik kuda yang dijajakan sejak turun dari hardtop, kami harus merogoh kocek senilai Rp 50.000 untuk PP dari parkiran hardtop sampai ke bawah tangga menuju kawah. Saat itu, kuda yang saya tunggangi baru berumur dua tahun.

"Umur segitu sudah mulai diajari," ujar Harsono, 43, pria yang menjadi guide saya saat menunggang kuda.

Pantas saja, saya sempat terjatuh waktu pertama kali menungganginya karena kuda berjalan miring-miring. Sejak itu, saya jadi agak sedikit ketakutan untuk melanjutkan perjalanan dengan menaiki kuda melewati medan berpasir itu. Harsono menjelaskan kawasan kawah Bromo itu biasanya ramai sampai pukul 20.00 WIB.

Ketika turun dari kuda dan mulai meniti anak tangga satu per satu, bau belerang mulai tercium, semakin mendekati puncak, baunya pun semakin kuat. Tapi menurut saya baunya masih kalah dibandingkan dengan bau kawah Candradimuka di Dieng.

Pengalaman pertama saya ke Bromo ini malah membuat saya untuk kembali ke tempat itu. Tentu dengan harapan bisa menikmati keindahan Bromo dengan sempurna tanpa tertutupi kabut. Keinginan itu juga diiringi dengan harapan saya agar bisa berbagi kuasa Tuhan itu dengan sahabat-sahabat saya.

Ayo ke Bromo Lagi!

0 komentar:

Post a Comment