Monday, March 4, 2013

Lumba-lumba Narsis di Pantai Lovina


detikTravel Community - 

Pernahkah melihat kawanan lumba-lumba yang meloncat dari permukaan air laut, menyeruak di antara ombak? Di Pantai Lovina, Bali, traveler bahkan bisa menikmatinya sambil menyaksikan matahari terbit atau 'ngopi' di kapal.

4 Hari 5 malam kami bergulat dengan hawa ekstrem. Badai tak kunjung berhenti semenjak kami mencapai Puncak Anjani di Gunung Rinjani, Lombok. Saya bersama Kang Tege, Meira, dan seorang kawan baru yakni Anggi, melanjutkan perjalanan menuju Bali. Kami berangkat dari Pelabuhan Lembar di Lombok menuju Padang Bai di Bali.

Sebagian dari kami berpisah di Lombok setelah mendaki Gunung Rinjani. Sebagian kawan langsung kembali ke Jakarta keesokan paginya. Kami masih harus melanjutkan perjalanan menuju Bali, mencari nuansa, budaya, dan kuliner yang berbeda. Menggunakan mobil sewaan kami pun menuju Pelabuhan Lembar.

Jalan gelap, sunyi dan berkelok. Bahkan tersiar kabar bahwa kami akan melewati sebuah kampung yang sedang dirundung konflik. Panik dan ngeri juga mendengar kabar itu. Tapi apa boleh buat, kami terus melanjutkan perjalanan.

Setelah 2 jam perjalanan, tepatnya pukul 21.30 Wita, kami tiba di Pelabuhan Lembar. Seperti biasa, kami pun mencari tempat isitrahat sebentar. Sebuah musala telah menanti kami, tempat yang sangat aman dan nyaman untuk beristirahat. Saya dan Kang Tege segera memesan susu jahe untuk menghangatkan tubuh, sementara Meira dan Anggi beristirahat di dalam mushala.

Itu adalah malam terakhir kami sebelum meninggalkan Lombok, pulau yang akan selalu membawa daya magis bagi kami. Badainya, danaunya, sabananya, terutama kebersamaan kami selama 4 hari 5 malam. Menikmati panorama Sembalun berbalut kabut tipis, api unggun, masakan Pak Rika yang membuat kami menangis, serta hujan yang membuat tenda kami kebanjiran.

Pukul 00.00 Wita kami menyeberang ke Padang Bai. Oh ya, waktu menaiki kapal ferru, kami langsung ditawari kamar crew seharga Rp 50.000 untuk 4 tmpat tidur. Kami langsung menyetujuinya agar bisa mengistirahatkan badan dan mata. Saya pun langsung naik tempat tidur itu, rebahan, kemudian tidur.

Tepat pukul 01.00 Wita kapal ferry mulai menyeberang menuju Padang Bai. Saya tak tahu lagi alunan ombak, tak tahu mungkin saja lumba-lumba muncul untuk bisa dilihat para penumpang kapal, tak tahu juga saat matahari malu-malu bersinar di pagi hari. Saya terlelap dengan sangat nyenyak. Saat terbangun, sudah pukul 05.00 WIB, dan sudah di Padang Bai.

Kami mencari tempat untuk ngopi sejenak dan meluruskan kaki. Kami menemukan tempat ngopi persis di samping pos polisi. Secangkir kopi dan pisang goreng menemani sarapan kami. Tak lupa kami bertanya kepada salah seorang polisi tentang transportasi menuju Lovina. Hanya 1 alat transportasi yang memungkinkan kami untuk pergi ke sana, berhubung ransel kami besar-besar. Kami pun tawar-menawar dengan supir elf untuk menyewa kendaraan tersebut. Sepakat, Rp 70.000 per orang.

Pukul 06.00 WIB kami memulai perjalanan menuju Pantai Lovina. Mobil terus meluncur melintasi Amlapura-Karang Asem dan mentok di Singaraja. Perjalanan sangat jauh, sehingga membuat kami tertidur kemudian bangun lalu tertidur lagi, belum juga sampai.

Tepat pukul 11.00 WIB kami tiba di Lovina, seperti biasa, langsung cari tempat untuk istirahat. Warung sate dan gulai seperti memanggil-manggil kami. Kami pun mampir dan memesan makanan. Saya dan Kang Tege mencari penginapan, sementara Meira dan Anggi bertanya kepada pemilik warung di mana letak Pantai Lovina.

Rupanya Pantai Lovina masih sekitar 2 Km dari tempat kami berada. Namun penginapan terlanjur dipesan, mau tak mau saya batalkan. Usai makan, kami pun naik angkot menuju Central yakni tugu lumba-lumba di depan Pantai Lovina. Saya pun segera mencari penginapan. Hotel bergaya Bali dengan harga Rp 125.000 per malam jadi pilihan kami, sudah termasuk sarapan pagi berupa pancake pisang.

Kami pun langsung beristirahat di penginapan itu kemudian membongkar tas. Kami mandi lalu berjalan menyusuri Gang Lovina. Kafe, toko aksesori, dan bule-bule memegang botol bir ditemani sebatang rokok menjadi pemandangan umum di gang itu.

Namun Bali tetaplah Bali. Bali yang khas dan penuh tradisi. Saya melihat sedikit tradisi itu, Ngaben yang merupakan upacara adat membakar mayat. Saya juga masuk ke dalam pura dengan kain dan ikat pinggang yang khas.

Sore menjelang, kami ke pantai untuk menyaksikan sunset di Lovina. Begitu banyak orang-orang di sana, bermain bola pantai untuk menghabiskan senja di Lovina. Anak-anak kecil menjajakan gelang, kalung, dan perhiasan lainnya. Semenjak dikenal sebagai pantai wisata, masyarakat sekitar sangat terbantu untuk menambah penghasilan mereka. Di tepian pantai begitu banyak warung makan dan toko aksesori.

Saya mengambil matras dan duduk di tepi pantai, menunggu momen matahari kembali ke peraduan. Ya, sinar jingga itu begitu elegan, cantik dan indah. Lembayungnya membawa kedamaian luar biasa. Gemuruhnya seakan membuncah menjadi sensasi luar biasa. Ini adalah satu dimensi di mana terang berubah menjadi gelap, kemudian memancarkan kedamaian.

Setelah itu, kami kembali ke hotel untuk istirahat, mandi, dan makan malam. Rupanya Anggi dan Meira langsung tertidur dan tidak menikmati malam di Lovina. Saya keluar sebentar, seorang diri, untuk menikmati suasana malam di sana. Suara musik membuat suasana hingar bingar, saya termangu di pinggir jalan itu melihat suasana yang begitu asing.

Pukul 05.30 WIB kami bangun untuk siap hunting lumba-lumba. Ini adalah momen yang saya dambakan semenjak berangkat dari Jakarta. Kami bahkan sudah siap sebelum semua orang bangun! Setengah jam kemudian, Putu, orang yang akan mengantar kami ke tengah laut pun tiba. Dengan sigap kami menyusuri pantai dan naik jukung (perahu) yang akan membawa kami ke tengah laut.

Jukung mulai berlabuh. Ternyata jukung itu banyak sekali jumlahnya, pun bergerombol. Masing-masing jukung ingin memberikan pelayanan yang memuaskan kepada penumpangnya untuk mendapatkan panorama lumba-lumba dengan posisi yang terdekat.

Dari kejauhan saya melihat lumba-lumba mulai menampakkan moncongnya.. Pelan, pelan, kemudian melompat ke udara. Rupanya mereka suka pamer dan narsis, seperti mengetahui kalau saat itu merekalah pusat perhatian. Lagi dan lagi, ada lumba-lumba yang malu, ada pula yang narsis. Saya sangat menikmati momen itu. Alam pun berkolaborasi: sunrise, air laut, dan lumba-lumba.

Sejenak, saya menghirup kopi di tengah lautan. Semakin diombang-ambing ombak, semakin saya menghirup kopi. Terima kasih untuk Kang Tege, Meira dan Anggi. Sekali lagi, angkat gelasmu kawan!

0 komentar:

Post a Comment