detikTravel Community -
Ternyata terjebak di pulau yang jauh dari pusat kota tidak selamanya mengerikan. Apa lagi jika terjebak di Pulau Cangke, Sulawesi Selatan. Jangankan beberapa hari, berbulan-bulan pun seakan tak jadi masalah jika terjebak di pulau cantik ini.
Lupakan kiamat yang tidak terjadi saat itu. Tanggal 21 Desember 2012 lalu, saya bersama teman-teman asrama mengunjungi sebuah pulau cantik bernama Cangke. Kalau Ray D' Sky begitu bersyukur karena pernah terjebak di pulau yang indah, saya pun telah merasakannya ketika berada tiga hari di Pulau Cangke.
Pulau Cangke terletak di gugusan pulau-pulau kecil Sulawesi Selatan. Daerahnya masih termasuk wilayah administrasi Kabupaten Pangkajene Kepulauan (Pangkep). Demi efisiensi waktu dan ongkos kami memulai perjalanan melalui Pelabuhan Paotere Makassar.
Yang saya tahu, satu-satunya moda transportasi yang dapat digunakan untuk mencapainya hanya dengan kapal penumpang tradisional. Belum ada jadwal transportasi reguler ke sana. Jadi, jika ingin berkunjung kita harus menyewa kapal beberapa hari sebelum keberangkatan. Itu pun harus dalam rombongan berjumlah minimal 5 orang.
Langit sudah gelap ketika kami tiba di Pulau Cangke. Namun, dari atas dermaga kami masih dapat melihat dasar laut yang tidak seberapa dalam. Bulan memang bersinar cemerlang malam itu. Kami langsung saja menyambangi rumah sang penjaga pulau, Daeng Abu namanya.
Pulau ini hanya dihuni oleh 4 orang yang sudah cukup berumur. Selain Daeng Abu dan istrinya, masih ada sepasang suami istri lainnya yang masih keluarga dekat Daeng Abu. Mereka bertugas secara sukarela untuk menjaga dan merawat pulau kecil tanpa tenaga listrik ini.
Hanya sebentar kami berbincang sebelum Daeng Abu menginzinkan kami mencari tempat untuk membangun tenda penginapan. Sisa malam kami lalui dengan menikmati kopi hangat sambil berbincang tentang keindahan pulau yang akan kami lihat esok pagi. Bahkan ada beberapa teman yang mengaku tak bisa tidur saking penasarannya.
Akhirnya, pagi benar-benar datang. Langit tak begitu cerah, namun tak menghalangi kami untuk segera masuk ke dalam air. Hari Sabtu itu sungguh menjadi hari yang mewah. Kami merasa memiliki pulau pribadi, tak ada pengunjung lain. Tak ada ribut ataupun polusi khas kota. Yang ada hanya pantai, matahari, dan bersenang-senang.
Semua asyik dengan kegiatannya masing-masing. Ada yang berenang, ada yang sibuk mengambil gambar dengan kameranya, sedang yang lain di tengah laut sambil memancing ikan menggunakan perahu kecil. Semua akan kembali berkumpul pada waktu makan. Setelah itu, kembali bersenng-senang lagi dengan segala hal yang bisa dilakukan. Begitulah siklus kegiatan kami sampai begitu tak terasa langit berganti gelap.
Malam terakhir tak begitu menyenangkan. Langit mendung, angin kencang, dan hujan datang menggangu. Beberapa teman mulai mengungsi ke rumah kosong yang dipinjamkan secara cuma-cuma oleh Daeng Abu. Sedang saya dan beberapa teman yang lainnya tetap ngeyel untuk tidur di dalam tenda. Pukul 22.00 Wita kami sudah tertidur. Mungkin karena kelelahan atas aktifitas sepanjang siang sebelumnya.
Tapi sial bagi saya karena terbangun di tengah malam dalam keadaan kelaparan. Kacaunya, tak banyak makanan yang tersisa. Ya sudahlah, untuk membuang kebosanan karena belum bisa kembali tidur, saya memutuskan untuk berkeliling pulau sendirian.
Agak takut juga sebenarnya. Tapi saya penasaran dengan cerita Daeng Abu yang mengatakan sekarang ini adalah musim bertelur bagi penyu sisik di pulau itu. Tapi setelah berkeliling pulau, yang hanya membutuhkan waktu sekitar sepuluh menit, saya tak mendapatkan penyu tersebut. Mungkin karena langit sedang tidak cerah.
Karena benar-benar telah lelah, saya kembali ke dalam tenda. Kali ini tidur saya nyenyak sampai pagi.
Bonus hari terakhir di Pulau Cangke adalah langit cerah yang menampakkan matahari yang begitu indah. Sayang, kami harus berkemas karena kapal akan segera datang menjemput pagi itu juga. Kurang lebih pukul 9.00 Wita kapal tampak datang. Setelah berpamitan dengan Daeng Abu dan koleganya, kami pun menuju dermaga.
Tak beberapa lama kemudian, kapal mulai bergerak meninggalkan Pulau Cangke. Lambaian perpisahan mengiringi kepulangan kami, tentu dengan harapan suatu saat kami akan kembali bertemu dengan keindahan pulau dan kebaikan hati orang-orang di sana.
0 komentar:
Post a Comment