Saturday, April 13, 2013

Gunung Bromo, Semua Orang Akan Jatuh Cinta Padanya


detikTravel Community - 

Sebagai salah satu gunung tercantik di Pulau Jawa, Gunung Bromo begitu ramai dikunjungi turis. Di sana, Anda bisa melihat keindahan matahari terbit hingga gurun pasir yang begitu eksotis. Bersiaplah jatuh cinta dengannya.

Kali ini saya akan bercerita tentang perjalanan ke Taman Nasional Bromo Tengger Semeru di Malang. Ada cerita seru, konyol dan pesan yang kita dapat selama di sana.

Gunung Bromo adalah slaah satu gunung berapi yang masih aktif, dan menjadi objek wisata yang sangat terkenal di Indonesia. Bromo memiliki ketinggian 2.392 mdpl, serta terletak di 4 wilayah di Jawa Timur yaitu, Pasuruan, Lumajang, Probolinggo dan Malang.

Bromo tergabung dalam Taman Nasional Bromo Tengger Semeru yang meliputi Gunung Bromo. TNBTS juga meliputi perkampungan Suku Tengger dan gunung tertinggi di Pulau Jawa yaitu Gunung Semeru.

Waktu terbaik untuk datang ke Bromo adalah sekitar bulan Juni-Oktober. Jika datang saat musim panas, wisatawan dapat melihat sunrise dan pemandangan gunung-gunung yang menghampar luas dengan saat cerah.

Saya dan teman-teman, yaitu Meme, Upik, Eriga, Ika dan Rian pergi di bulan Januari yang tak lain adalah musim hujan, jadi kita hujan-hujanan di sana. Meski begitu, perjalanan tetap terasa seru.

Kami memulai perjalanan dari kediaman Meme di Pare, Kediri menggunakan kendaraan pribadi pada pukul 22.00 WIB. Kami hanya tertidur sebentar, karena di wilayah Batu kami disuguhi pemandangan lampu-lampu kota yang cantik.

Pukul 02.30 WIB, tibalah kami di gerbang Taman Nasional Bromo Tengger Semeru. Kami menunggu jeep di salah satu rumah warga. Setelah itu kami diantar ke start penanjakan sunrise.

Hujan terus mengguyur dan kabut semakin tebal saat kami tiba di puncak point of view sunrise pada pukul 05.00 WIB. Entahlah berapa derajat suhunya, yang pasti di sana dingin sekali.

Saya dan teman-teman pun berpelukan untuk mendapat kehangatan, tapi nihil. Kami bertiga semakin menggigil dan merasakan kram di seluruh tubuh. Akhirnya kami menyewa jaket seharga Rp 10.000 dan mulai membaik.

Sayang seribu sayang, kami tidak bisa melihat sunrise karena cuaca yang tidak bersahabat. Akhirnya kami kembali ke jeep dan melanjutkan perjalanan. Lalu, Mas Irwan membawa kami ke savana yang ditempuh sekitar 45 menit.

Jalan yang ditempuh adalah gurun pasir dengan beberapa kubangan. Kami berteriak sesekali sambil menikmati off-road. Savana Bromo merupakan hamparan rumput dikelilingi bukit hijau yang biasa disebut Bukit Tabi atau Bukit Teletubies. Pemandangannya sangat indah dan membuat wisatawan betah berlama-lama disana.

Setelah dari savana, Mas Irwan membawa kami ke pasir berbisik. Pasir berbisik merupakan hamparan gurun pasir sepanjang mata memandang. Jika cuaca cerah, pasir akan terbang terbawa angin dan menerpa wajah kita. Itulah yang disebut pasir berbisik.

Tidak jauh dari pasir berbisik terletak Gunung Bromo yang memberikan panorama Kawah Gunung Bromo. Untuk mencapai puncaknya, kami harus mendaki beberapa tanjakan dan 250 anak tangga.

Pahitnya, di sepanjang pendakian banyak terdapat ranjau berupa kotoran kuda, sehingga kami harus berhati-hati agar tidak menginjak ranjau. Kuda-kuda tersebut merupakan alat transportasi menuju bawah tangga dengan harga Rp 30-50 ribu. Karena kami wanita tangguh, kami memilih untuk berjalan kaki.

Perjalanan menuju kawah amat sangat melelahkan, terlebih setelah mendaki kami masih harus menaiki anak tangga. Tak jarang kami beristirahat karena kelelahan.

Kata Ika, kita tidak boleh boros napas karena akan terasa semakin capek. Tapi udah terlanjur lelah, sampai Meme bikin perumpamaan.

"Wis enthek entute (Udah habis kentutnya)" karena saking capeknya.

Setelah 1 jam 10 menit mendaki, sampailah kami di Kawah Gunung Bromo. Kawah ini mengepulkan asap yang hangat dengan bau belerang yang khas. Pada bulan tertentu diadakan upacara Kesada untuk memohon berkah kepada Yang Maha Kuasa.

Setelah puas menikmati keindahan kawah dan Gunung Batok, kamipun beranjak turun. Ternyata turunnya cepat sekali, tidak selama dan seletih ketika naik.

Kalau kata Rian, bagaikan sulitnya mendapat kekayaan tetapi akan sangat mudah jatuh ketika sudah di atas. Sebelum sampai di tempat parkir jeep kami mampir di sekitar Pura Luhur Poten.

Pura ini sedang ditutup karena tidak ada kegiatan ibadah. Suasana di Pura sangat mencekam, menyimpan nilai magis yang sangat dalam. Tapi sayang, masih ada tangan jahil yang berani mencorat-coret di tangga pura. Kita jangan sampai ikut-ikutan tidak menghargai tempat ibadah, ya!

Hujan semakin deras dan kami bergegas menuju jeep, kami menggunakan payung agar tidak kebasahan. Tetapi payung yang dipakai Reza dan Eriga malah bocor dan terbalik karena terbawa angin. Jadi sama aja deh, basah juga akhirnya.

Oh iya. Di sana juga banyak penjual Bunga Edelweiss loh. Harganya mulai dari Rp 10-20 ribu. Edelweiss dirangkai dengan cantik membentuk matahari dan boneka panda.

Rasanya ingin sekali membeli, tapi dengan tegas Upik melarang karena populasi Edelweiss terancam punah dalam beberapa tahun ke depan. Apalagi kalau bunganya terus-terusan diambil untuk dijual.

Akhirnya kami tidak jadi membeli karena cinta Edelweiss. Kalian juga cinta Edelweiss kan? Kalau cinta, biarkan Edelweiss lestari di habitat aslinya. Begitulah catatan  perjalanan kami di Taman Nasional Bromo Tengger Semeru.

0 komentar:

Post a Comment