Friday, March 1, 2013

Akhir Pekan di Sidoarjo, Saatnya Belanja Kerajinan Kulit


Nama Sidoarjo, Jawa Timur terkenal bukan saja karena lumpur Lapindo. Kota ini juga memiliki destinasi yang asyik untuk berakhir pekan. Anda bisa mengajak keluarga belanja ke pusat kerajinan kulit, Tanggulangin dan Candi Pari.

Sidoarjo merupakan salah satu kota di Jawa Timur yang belakangan ini banyak diincar wisatawan domestik maupun mancanegara. Ya, kepopuleran Sidoarjo didapat karena tragedi lumpur panas Lapindo.

Tidak hanya itu, kota yang dikenal maju dengan usaha tambak udangnya ini ternyata juga memiliki sejumlah tempat bisa didatangi wisatawan.  Salah satu tempat di Sidoarjo yang banyak didatangi wisatawan adalah Desa Tanggulangin.

Tanggulangin merupakan sentra kerajinan rakyat dari bahan kulit. Umumnya warga di daerah ini, sehari-harinya hidup dengan menekuni usaha pembuatan kerajinan dari kulit.

Banyak jenis barang kerajinan yang dihasilkan dari desa ini, seperti tas, sepatu, koper, jaket dan perlengkapan kebutuhan lainnya yang terbuat dari kulit. Hasil usaha kerajinan kulit warga Tanggulangin ini pun dilokalisir oleh pemerintah setempat di sebuah pasar khusus yang dijadikan objek wisata.

Akan tetapi, di sepanjang jalan masuk daerah Desa Tanggulangin hampir setiap rumah-rumah warga memajang beraneka barang kerajinan dari bahan kulit ini. Memasuki lokasi pasar wisata kerajinan kulit Tanggulangin pun, tak ubahnya mengunjungi stan-stan di pasar modern.

Beraneka jenis barang-barang kebutuhan ditawarkan di sini. Namun, barang kerajinan dari bahan kulit tampak lebih dominan.

Kunjungan kami kali ini ke Tanggulangin bersama seorang kakak yang kebetulan tinggal di Sidoarjo. Berenam kami berangkat dari rumah kakak di daerah Wonoayu Sidoarjo.

Lokasi wisata pasar kerajinan kulit Tanggulangin berjarak kira-kira 1 km dari terminal kota. Sementara, bila perjalanan diawali dari Surabaya untuk bisa sampai ke Tanggulangin traveler harus menempuh jarak kira-kira sejauh 15 km.

Kami kemudian berhenti di sebuah toko kerajinan tas dan sepatu kulit di pinggiran jalan Desa Tanggulangin. Setelah melihat dan memilih barang-barang di sana, ternyata istri dan kakak kurang cocok. Lalu perjalanan pun kami lanjutkan ke pasar wisata kerajinan kulit yang menjadi pusat kerajinan di daerah itu.

Ternyata benar, kualitas barang di sini sangat bagus dan lebih banyak pilihan. Di sana, istri saya membeli tas, sedangkan kakak kami mencarikan anaknya sepatu kulit untuk santai dan bepergian. Sementara saya sendiri tertarik pada sebuah topi koboi berwarna coklat tua yang keren.

Harga barang-barang kerajinan kulit di pasar wisata ini pun terbilang cukup murah. Ya, karena memang lokasi ini menjadi pusatnya kerajinan warga Tanggulangin.

Setelah puas berbelanja di Tanggulangin, kami segera melanjutkan perjalanan ke situs purbakala, Candi Pari di daerah Porong Sidoarjo. Saat itu, hari belum terlalu siang. Mumpung cuaca dalam keadaan cerah, kami tidak membuang kesempatan ini dengan percuma. Bergegaslah kami berjalan menuju bangunan kuno yang menjadi peninggalan Majapahit di Sidoarjo ini.

Candi Pari terletak di Desa Candi Pari Wetan, Kecamatan Porong, Kabupaten Sidoarjo. Di tanah seluas 1.310 meter persegi dan ketinggian sekitar 442 mdpl inilah bangunan candi berdiri dengan megahnya.

Lokasi candi dikelilingi pemukiman padat penduduk. Di halaman sekeliling candi pun tampak taman yang terawat dengan baik dan menarik. Pohon-pohon mangga milik warga yang tinggal di seputar bangunan candi pun tampak rindang dan semakin menambah suasana di sekelilingnya terasa asri.

Candi Pari sebenarnya merupakan "bangunan suci" di pulau Jawa yang model arsitekturnya mirip dengan candi-candi di wilayah Mison, Campa (Vietnam). Bangunan candi ini menghadap ke barat, dengan panjang 13,55 meter, lebar 13,40 meter, serta tinggi 13,80 meter.

Dengan ukuran tersebut, Candi Pari terlihat tambun dan kokoh. Mirip candi-candi di Jawa Tengah. Sementara, pada umumnya candi-candi di Jawa Timur terlihat lebih ramping, dan agak berbeda mulai dari kaki, badan, dan ornamen candi.

Secara keseluruhan, bangunan candi terbuat dari bata merah. Di bagian dasar tangga naik, tersusun pula batu bata yang lebih lebar dan tebal, sehingga terlihat lebih kokoh.

Juru kunci Candi Pari pun memberikan penjelasan kepada kami. Konon para arsitek Majapahit kala itu menggunakan perekat dari tumbuhan merambat dan gula jawa untuk menyusun batu bata hingga terbentuk bangunan candi.

Hanya saja, di bagian ambang atas dan bawah pintu masuk balik candi terbuat dari jenis batuan gunung (Andesit). Sehingga mampu menopang bagian atas candi.

Candi Pari dibangun pada masa kejayaan Raja Hayam Wuruk. Ini terlihat dari angka tahun yang terpahat di atas pintu masuk bangunan candi, yakni 1293 Saka atau 1371 Masehi.

Usai menikmati pesona Candi Pari, kami pun beristirahat sebentar. Kebetulan tidak jauh dari lokasi wisata ini ada sebuah pemandian umum. Anak dan keponakan yang ikut, ingin mandi di kolam renang tersebut. Sementara saya, istri, dan kakak lebih memilih duduk bersantai di tepi kolam renang.

0 komentar:

Post a Comment