Saturday, December 22, 2012

Wisata di Vietnam, Penjual Makanan vs Pekerja Seks


Ho Chi Minh - Memasuki Kota Ho Chi Minh, wisatawan tidak akan percaya jika kota ini berada di negara sosialis Vietnam. Ho CHi Minh ramai dengan hiruk pikuk. Wisatawan bertemu mulai dari pedagang makanan sampai pekerja seks berkedok pijat.

Gaya hidup di Ho Chi Minh bebas-bebas saja. Gaya sosialias tersisa di mata wisatawan berupa ribuan gambar Ho Chi Minh, bendera negara Vietnam atau lambang partai komunis Vietnam yang tersebar di setiap sudut kota.

Saat kita berdiri di tepi jalan, khususnya di sekitar hotel atau penginapan, kita pun disodori beragam jasa pelayanan seks. Jasa ini berkedok pelayanan pijat. Pantauan detikTravel di kawasan ini, mereka tampak mejeng di sejumlah salon yang hampir ditemukan di setiap jalan. Sementara para turis, menikmati kopi, bir, atau minuman keras lainnya di sejumlah cafe.

Para turis ini tentu saja menjadi sasaran guide pelayanan seks. Jika kita tertarik, si guide pun langsung menjelaskan jasa dapat berupa pelayanan seks. Harganya pun yang semula 300 ribu Dong atau Rp 150 ribu, naik menjadi 800 ribu-1 juta Dong atau Rp 400-500 ribu per jam.

Lokasi pelayanan ini dapat diberikan di kamar yang berada di salon, atau langsung dibawa ke hotel atau penginapan.
Para guide seks ini pun cukup beragam. Mulai dari lelaki dan perempuan tua yang nongkrong di pinggir jalan, remaja putri naik sepeda menawarkan jasa tersebut, hingga si pelayan seks sendiri yang keliling naik sepeda motor.

Bahkan, ada guide yang sepanjang hari nongkrong di sudut jalan buat menawarkan para turis yang lewat. Guide ini umumnya perempuan muda dengan kemampuan Bahasa Inggris seadanya.

"Menjadi pekerja seks merupakan cara yang cepat menjadi kaya. Penghasilan Rp 400 ribu semalam, sudah dari cukup buat hidup. Tidak heran, para pekerja seks di sini memiliki sebuah sepeda motor yang di sini merupakan barang mewah," kata seorang warga Vietnam kepada detikTravel, Jumat (21/12/2012).

Di sisi lain, di antara keglamoran tersebut, sejumlah rakyat Vietnam yang miskin, menggunakan pakaian tradisional, naik sepeda atau berjalan kaki, keliling menawarkan sejumlah produk kerajinan atau makanan tradisional, kepada para turis. Berbeda dengan para pelayan seks, mereka ini cukup memburu seribu-dua ribu Dong, yang didapatkan dari menjual sebuah topi, kipas, gantungan kunci, atau selembar asinan cumi-cumi.

Sementara itu, mal dan pasar modern lainnya dipenuhi pendatang seperti dari Hongkong, Thailand dan Malaysia. Mereka membuka berbagai toko yang menjual pakaian dan elektronik yang selalu ramai dikunjungi para turis.

"Masyarakat kami kebanyakan yang menjadi pelayan toko, tukang parkir, atau pegawai pemerintah yang menjaga keberadaan pertokoan tersebut," kata warga Vietnam tersebut.

0 komentar:

Post a Comment