Monday, March 25, 2013

Kisah Pembuat Kapal Pinisi yang Terkenal Hingga AS


Bulukumba - Jika traveling ke Bulukumba, Sulsel, siap-siap melihat perahu pinisi yang terkenal. Inilah ciri khas dari masyrakat Bugis yang mendunia. Tak heran, perusahaan dari India sampai AS kepincut untuk mendatangkan kapal gagah ini.

Haji Abdullah, begitulah ia disapa oleh warga di kawasan Kampung Lemo Bulukumba, Sulawesi Selatan. Pengalamannya membuat kapal dari kayu tak perlu diragukan lagi. Pria berusia 60 tahun itu pun mengaku pernah membuat kapal seharga Rp 5 miliar yang diimpor ke India .

Abdullah sudah membuat kapal pinisi sejak tahun 1990-an. Biasanya ia merangkai kapal tersebut dengan bahan kayu besi dan jati. Satu kapal berukuran 50 ton dan bisa diselesaikannya dalam waktu empat hingga lima bulan. Tak perlu banyak yang membantu, Abdullah bisa menyelesaikan kapal tersebut dengan bantuan lima orang pengrajin.

"Maksimal lima orang, kapal nggak boleh banyak yang kerja karena seni, kalau banyak hasilnya nggak bagus," tuturnya saat disambangi detikTravel di kawasan Kampung Lemo Bulukumba, Sulawesi Selatan, Minggu (24/3/2013).

Tak hanya ke India, negara seperti Belanda juga pernah membeli kapalnya. Abdullah mengaku menjual kapal sepanjang 40 meter tersebut seharga Rp 2 miliar!

Saat ditemui, ayah 6 orang anak itu terlihat tengah sibuk membuat sebuah kapal. Hampir 80 persen kapal tersebut sudah bisa digunakan. Ia menyebut kapal tersebut sebagai Petamara atau kapal restoran. Abdullah membuat kapal itu karena mendapat pesanan dari Thailand.

Dari bentuknya, berbeda memang dari kebanyakan kapal yang dibuatnya. Kapal restoran itu terdiri dari dua badan kapal yang disatukan sebuah jembatan.

"Kalau yang ini dipesan Thailand untuk restoran, harganya Rp 1 miliar," ujarnya.

Berbagai jenis kapal bisa dikerjakan Abdullah, mulai dari kapal ikan, kargo hingga pinisi. Dirinya pun sempat dikontrak di Amerika Serikat selama enam bulan untuk membuat sebuah kapal pinisi.

"Dikontrak enam bulan, bahannya di bawa dari sini pakai kontainer," kisahnya.

"Mereka terheran karena saya membuat kapal tanpa gambar, Kita mengatur juga sampai sisi stabiliser. Keseimbangan tergantung dari ukuran, memang harus dipasang satu-satu, mengukur kapal dari perasaan, nggak ada teknologi," akunya.

Abdullah mengaku kapal buatannya pernah ada yang tenggelam. Namun, bukan karena kesalahan manusia, melainkan faktor alam. "Pernah ada yang tenggelam, kapalnya kena bencana. Itu faktor alam," tuturnya.

Hampir semua kapalnya terbuat dari kayu. Ia juga mengaku kayu tersebut didapat dari Kendari atau Papua. Nggak takut habis, Pak, kayunya?

"Makanya jangan ditebang terus, tapi ditanam, bagaimana nanti ada penerus kalau ditebangi tanpa ditanam. Tapi saya percaya kayu tak akan habis, kayu itu seperti ikan, selalu ada," tuturnya optimis.

Mau lihat kapal pinisi yang terkenal hingga penjuru dunia? Ayo jalan-jalan ke Bulukumba, Sulawesi Selatan.

0 komentar:

Post a Comment