Monday, February 11, 2013

Ada Diskriminasi Tiket Masuk Borobudur, Turis Prancis Protes


Jakarta - Tiket masuk objek wisata Candi Borobudur bikin geleng-geleng William Masson. Turis Prancis ini heran, harga tiket bagi turis asing mencapai US$ 20 (Rp 193 ribu), padahal harga tiket untuk wisatawan domestik hanya Rp 30 ribu.

"Kami berdua sempat bertanya pada petugas yang jaga katanya ini dari pusat memang segini harganya. Kalau turis domestik itu disubsidi pusat," kata Penny Masson, istri William kepada detikTravel, Senin (11/2/2013).

Penny dan William tinggal di Lorraine, Prancis. Setahun sekali mereka berkunjung ke Indonesia. Penny adalah warga keturunan Indonesia, setelah dinikahi William dia ikut suaminya ke Prancis.

"Jadi kalau di Eropa, baik turis asing atau domestik sama saja. Jangan jauh-jauh, di Singapura juga begitu. Sebenarnya beda nggak apa-apa harganya, asal jangan jauh banget," imbuh Penny.

Penny dan suaminya berkunjung ke Borobudur pada 1 Februari 2013 lalu. Mereka akhirnya mengikuti aturan soal tiket itu, walau sempat protes. Yang dikhawatirkan Penny bila kemudian kawasan wisata di Indonesia justru akan dijauhi wisatawan asing karena soal perbedaan harga ini.

"Bukan hanya harga yang beda, pintu masuk juga dibeda-bedakan. Suami saya bertanya, memang ada diskriminasi dan rasisme di Indonesia?" terang Penny.

Soal harga tiket ini sebelumnya juga pernah dipersoalkan Ketua Asita Chapter DIY Edwin Ismedi Himna. Menurut dia gejala penurunan daya saing pariwisata Yogyakarta salah satunya disebabkan mahalnya harga paket wisata ke Yogyakarta.

"Harga-harga tiket masuk ke daya tarik wisata kita mahal, Borobudur misalnya saat ini mencapai USD 20 (Rp 193.000)/orang. Ini bukan harga yang rasional," katanya, Selasa (22/1).

Sedang pihak Kemenparkraf menanggapi wajar soal perbedaan harga ini. Harga untuk turis asing disesuaikan dengan tingkat ekonomi mereka.

"Harga tersebut masih wajar. Tidak terlalu mahal jika disetarakan dengan tingkat ekonomi mereka (turis mancanegara)," tutur Wakil Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sapta Nirwandar, Jumat (18/1).


0 komentar:

Post a Comment