Tuesday, January 29, 2013

Masuk ke Dalam Perut Bumi di Sukabumi, Berani?


detikTravel Community - 

 

Jika Anda punya keberanian lebih, datanglah ke Gua Buniayu di Sukabumi, Jabar. Di gua tersebut, Anda dapat bertualang dengan cara 'tertelan' ke dalam perut bumi sedalam 18 meter. Berani?

Bosan dengan suasana pantai dan ingin mencari petualangan berbeda selain bercumbu dengan karang dan anemon? Datanglah ke Goa Buniayu dan Anda akan 'tertelan' sedalam kurang lebih 18 meter ke perut bumi. Suasana gelap di dalam gua ini konon kabarnya empat kali lebih hitam dari kegelapan di permukaan.

Ternyata kepuasan itu tidak selamanya berbanding lurus dengan perjalanan jauh atau membutuhkan biaya besar. Hanya membutuhkan sedikit usaha dan semangat traveling Anda.

Bermodal usaha dan niat traveling tadi, saya dan beberapa teman dari Jakarta pun memulai perjalanan ke Goa Buniayu. Berkumpul di Terminal Kampung Rambutan sebagai awal menuju petualangan baru, menyusuri Gua Buniayu dan kedalamannya.

Dari Jakarta menuju lokasi gua membutuhkan waktu sekitar 3,5 jam dengan rute Jakarta–Sukabumi (Segaraanten). Karena tidak ada bus yang langsung sampai ke lokasi, maka setelah turun dari bus kami pun menyewa angkutan umum sejenis minibus. Selanjutnya mobil itu mengantarkan kami ke lokasi. Biaya sewa minibus pulang pergi dari Sukabumi ke Wisata Goa Buniayu sekitar Rp 200.000 per 12 orang.

Kami pun menginap di rumah penduduk yang disewakan. Rumah ini terdiri dari 2 kamar tidur, kamar tengah yang cukup luas, dapur, dan kamar mandi yang terletak di belakang rumah. Untuk menuju kamar mandi, kami harus menuruni tangga yang cukup curam kira-kira 2-3 meter. Biaya penginapan di sini sekitar Rp 200 ribu-Rp 250 ribu per 12 orang.

Tiba di penginapan kami pun disuguhi teh hangat dan ubi goreng sebagai cemilan. Keramahan pemilik penginapan membuat kami betah berleha-leha. Tapi jadwal yang sudah disepakati harus dilaksanakan. Sore ini kami akan menyusuri Goa Angin sebagai susur goa minat umum. Harga tiket gua ini adalah Rp 15.000 termasuk guide.

Kami membutuhkan waktu kurang dari sejam untuk menyusuri Goa Angin. Medan yang kami tempuh terdiri atas tangga-tangga tanah dengan panorama stalagtit dan stalagmit di kiri dan kanan jalur. Sesekali pemandu menjelaskan tentang nama-nama bebatuan.

Di ujung Goa Angin ini terdapat tetesan air tanah. Berdasarkan informasi dari guide, penduduk setempat mempercayai kalau tetesan air tersebut sebagai sumber air awet muda.

Sebelum kembali lagi kepermukaan, pemandu meminta waktu sejenak untuk mematikan senter. Ini adalah satu momen yang paling saya suka dari perjalanan ini. Detik dan menit seperti orkestra dari perut bumi yang sedang mengalun, dengan melodi tetesan air yang mengembara dalam hening. Desau angin yang menyusup di antara bebatuan serta senandung zikir para penghuni gua, membuat waktu lima menit itu begitu indah dan damai.

Petualangan selanjutnya dimulai pukul 02.00 WIB pagi hari berikutnya. Di antara dinginnya udara, kami sudah harus terjaga. Menggunakan seluruh perlengkapan, pengamanan, dan dan bersiap-siap menyusuri Goa Kerek. Untuk masuk ke gua ini, Anda harus membayar tiket seharga Rp 85.000 termasuk pemandu.

Untuk menyusuri gua tersebut kami harus menggunakan wearpack, sepatu boot dan helm kuning ala penambang. Seluruh perlengkapan ini telah disiapkan oleh pengelola. Sedangkan untuk alat penerangan berupa senter disiapkan oleh masing-masing peserta.

Goa Kerek kurang lebih berada 18 m di bawah permukaan bumi. Untuk memasuki gua tersebut, kami harus mempercayakan nyawa pada para pemandu wisata dan seutas tali jiwa. Adrenaline benar-benar terpompa saat satu-persatu dari kami di turunkan untuk memasuki pintu gua.

Perjalanan menyusuri Goa Kerek serasa berhari-hari lamanya. Dalam petualann ini, traveler harus melewati riak sungai dan patahan gua yang tak terlihat dasarnya sama sekali. Untuk mengidentifikasi kedalaman patahan hanya dapat dilakukan dengan memperkirakan suara yang memantul, dari percikan air yang bergerak menuju dasar nan hitam. 

Dasarnya tetap tak terlihat, walau sudah disinari dengan cahaya. Kubangan lumpur setinggi dengkul sungguh menguras tenaga. Di antara keletihan yang menyapa itu, tetap juga tak tahu di mana ujung goa akan berakhir. Setelah 4 jam bergelut di dalam kegelapan dan kedalaman sampailah kami di pintu keluar.

Perasaan lega luar biasa saat pertama kali melihat ujung gua. Panas mentari serasa berkah luar biasa. Selanjutnya kami menuju ke air terjun yang terletak tak jauh dari gua, untuk membersihkan wearpack yang sudah berganti warna, dari orange menjadi cokelat. 

Sesekali berenang di airnya yang bening, seketika menjadi cokelat karena kedatangan makhluk-makhluk buruk rupa seperti kami. Tapi bocah-bocah kampung yang turut berenang-senang bersama kami tak komplain sama sekali. Alih-alih menunjukkan muka merengut, sesekali mereka menggoda dan turut membantu membersihkan wearpack dan boot kotor karena lumpur gua.

Setelah bebersih ala kadarnya, kami pun kembali ke penginapan. Mandi dan makan siang lalu packing untuk kembali ke Ibukota. "Been there done that, after all. Ini adalah kegiatan yang pantas untuk dicoba. Menyusuri Goa Kerek benar-benar menjadi petualangan tak terlupakan.

 

0 komentar:

Post a Comment