detikTravel Community -
Mengunjungi Danau Sentani, Papua, jangan lupa bermain ke kolam alami Sembat. Wilayahnya yang tenang dan airnya yang jernih selalu menyejukkan.
Hampir dua minggu menjelajah Papua, dibawa melintasi dataran tinggi yang dingin dan berselimut awan kemudian menjelajah ujung Indonesia dengan tanah yang merekah oleh panas membara. Kami belum pernah sekalipun menikmati sejuknya berendam dalam kolam bentukan alam ataupun lautan Papua yang legendaris.
Kesempatan itu akhirnya datang juga saat perjumpaan saya dengan Sentani untuk kedua kalinya. Bukan, kali ini saya tidak berenang di danau yang sangat indah itu. Tapi di sebuah tempat di dataran tinggi jauh dari keramaian Sentani yang bernama 'Sembat'.
Sembat sendiri sejatinya adalah suatu kawasan yang masuk dalam wilayah RINDAM (Resimen Induk Daerah Militer) XVII Cendrawasih. Ini adalah sebuah kolam bentukan alam yang dialiri sungai dari belantara hutan hujan Papua. Dulu, Sembat menjadi tempat mandi kegemaran para tentara Belanda dan sekutu.
Airnya yang sejuk, kolam yang jernih serta letaknya yang diapit hijau belantara hutan hujan Papua membuat sembat menjadi tempat relaksasi yang sangat ideal bagi mereka yang ingin sedikit melepaskan diri dari ramainya kota.
Saya bersama tim Dream Destination Papua mengenal tempat ini dari rekan kami Didi. Sore ini, (Rabu 27 November 2012) ditemani olehnya kami menuju pemandian alam Sembat. Mencapai kolam ini pun tidaklah sulit, hanya butuh beberapa belas menit berjalan kaki dari ujung jalan di sekitar perumahan Kodam XVII Wirabuana.
Saya bergegas mempercepat langkah, tidak sabar untuk segera sampai di sembat dan menenggelamkan diri dalam sejuknya air. Sembat hari itu sunyi, hanya ada dua orang pengunjung yang baru saja selesai menikmati kolam alam ini. "Sembat berasal dari bahasa Belanda Zwemmen Bad tapi orang Papua menyebutnya Sembat. Tempat ini memang tidak ramai saat hari biasa, jarang di datangi dan tidak terlalu populer" Didi menjelaskan.
Saya mengedarkan pandangan ke sekeliling. Sembat yang mungil berpagar hutan hujan yang rimbun. Sebuah batu besar menghias salah satu sisinya. Aliran sungai dengan deras tumpah di dalam kolam sebelum akhirnya melambat dan kembali tenang di tengah kolam. Samar-samar suara burung bersahut-sahutan menjadi musik latar kami sore itu.
Tiba-tiba sahut-sahutan burung di dahan-dahan pohon berganti dengan deru sepatu dan sahut-sahutan lantang berirama ratusan pria! Kami spontan melirik ke arah jalan dan sungguh kami dibuat terkejut kemudian. Layaknya film-film perang, ratusan tentara tiba-tiba menyerbu ke arah kami. Pakaian loreng yang mereka kenakan tampak kontras dengan lumpur-lumpur yang menempel di wajah ataupun pakaian mereka.
Saya berusaha menghitung jumlah tentara hingga tangan saya tak mampu lagi menutup. Sembat yang mungil dalam beberapa menit langsung di sesaki ratusan tentara yang mandi dan membersihkan diri. Rupanya tentara yang berjumlah lebih dari 250 orang ini adalah mereka yang baru saja tuntas melaksanakan latihan militer pertama.
Kelompok kecil kami akhirnya harus memberikan waktu bagi para tentara ini untuk membersihkan diri sebelum akhirnya dapat menikmati sembat lagi. Berenang di sembat membuat saya mengerti mengapa tempat ini menjadi favorit para tentara tidak hanya dari zaman Belanda hingga kini.
Air kolamnya yang sejuk, alirannya yang tidak menghanyutkan serta lantai kolam yang berpasir dan dangkal sangat menyegarkan! Rasa letih dalam perjalanan seketika terhapus dan saya dapat menikmati sore tersantai dalam perjalanan kami dua belas hari menjelajah Bumi Cendrawasih. Di sini, di kolam kegemaran para tentara: Sembat.
0 komentar:
Post a Comment