Saturday, December 8, 2012

Perang Pecah di Lembah Baliem!


detikTravel Community - 

Perang tidak bisa dilepaskan dari tradisi lampau masyarakat suku Dani di Papua. Walaupun sudah tidak lagi dilakukan, di Lembah Baliem kita masih bisa melihat kehebatan mereka berperang secara langsung!

Seorang pria dengan cekatan memanjat sebuah menara yang dibuat dari bambu dan akar-akar pohon. Menara yang menjulang lebih dari 10 meter ini layaknya sebatang lidi raksasa di tengah lapangan yang luas. Dia kemudian memandang ke segala penjuru sebelum kemudian meneriakkan kalimat "waa...waa..waa.." yang menggema di dinding-dinding Lembah Baliem sembari mengibaskan sebuah tongkat yang berhias bulu burung kasuari. Seketika semua orang menjadi waspada!

Dari beberapa sudut tampak pria-pria dengan busur dan tombak bersembunyi di semak belukar. Lukisan di wajah dan kulit mereka tampak kontras dengan hiasan kepala mereka yang terbuat dari bulu burung cendrawasih, beberapa tampak mengenakan hiasan taring babi yang mereka kenakan di hidung.  Taring babi yang lainnya menghiasi badan dengan kalung-kalung dari taring anjing ataupun kerang-kerang kecil.

Sebuah teriakan lagi menggema, dan seketika mereka semua berlarian keluar dari semak dan menyerbu sekumpulan orang di pinggir lapangan. Kontak fisik dan senjata terjadi, penyergapan sembunyi-sembunyi berubah menjadi perang terbuka!

Saya yang menonton dari pinggir lapangan dibuat takjub oleh detail peperangan yang berkobar di depan saya. Hal yang memberikan gambaran kehebatan suku Dani masa lampau.

Perang yang telah menjadi bagian dari tradisi suku Dani biasanya dipicu oleh perempuan, babi atau tanah. Peperangan dapat terjadi dengan siapa saja yang mengusik kedaulatan suku Dani akan tiga hal tersebut, bahkan dengan kampung sebelah sekalipun.

Peperangan di depan saya masih terus berkobar, silih berganti para pria saling menusukkan tombak, mencoba mencari titik-titik kelemahan musuh di depannya. Tidak sekali dua kali mereka mundur sesaat kemudian berputar dan menyerang balik dari arah yang berlawanan. Saya yang menyaksikan layaknya sedang menonton film-film perang kuno.

Peperangan kemudian berhenti saat salah satu dari kubu mulai mundur, terpukul oleh kehebatan suku Dani. Bala tentara suku Dani kemudian pulang ke kampung mereka membawa pulang wanita yang telah diculik oleh kubu lawan.

Terburu-buru saya dan tim Dream Destination Papua mengikuti mereka kembali ke kampung. Pertunjukan perang rupanya belum selesai. Di kampung puluhan perempuan dan anak-anak telah bersiap menyambut para pahlawan perang ini. Sahut-sahutan berima dan berirama menggema di mana-mana.

Segenap penghuni kampung kemudian tumpah dalam tarian berbentuk lingkaran, semakin cepat sahut-sahutan semakin cepat pula mereka berputar. Mereka berotasi dalam satu sumbu sambil mengacungkan senjata-senjata mereka ke udara sebelum akhirnya tumpah dalam teriakan yang membahana ke segala penjuru dan menutup ritual mereka. Sungguh megah!

Ini adalah pertama kalinya saya dihadapkan langsung pada kebesaran tradisi perang suku Dani. Sepanjang pertunjukan saya dibuat takjub oleh penghuni Kampung Obia yang tergabung dalam grup kesenian Lodama  yang memerankan tari perang ini dengan sangat apik.

Walaupun perang saat ini telah jarang terjadi, suku Dani tetap hidup dengan kebesaran dan kebanggan mereka akan tradisi yang telah mengakar. Dan di Kampung Obia, kita masih dapat melihat kemegahan perang mereka secara langsung!

0 komentar:

Post a Comment