Tuesday, December 18, 2012

Danau Lumpur Lapindo, Duka yang Menjadi Tempat Wisata


detikTravel Community - 

Bencana Danau Lumpur Lapindo di Kecamatan Porong-Sidoarjo masih menyisakan duka. Namun, danau ini justru dibuat sebagai tempat wisata oleh masyarakat sekitar. Ada banyak kisah di sana.

Akibat kelalaian manusia bencana lumpur panas Sidoarjo terjadi. Di balik duka yang mendalam itu, semangat warga sekitar patut diacungi jempol. Betapa tidak, danau ini mereka sulap menjadi destinasi yang mendatangkan banyak wisatawan.

Bencana lumpur panas Sidoarjo atau yang dikenal dengan Danau Lumpur Lapindo, merupakan bencana tenggelamnya beberapa desa di Kecamatan Porong-Sidoarjo hingga membentuk danau yang begitu luas akibat aktivitas pengeboran minyak. Entah berapa besar kerugian yang ditanggung akibat hilangnya pemukiman penduduk, gedung-gedung sekolah, kantor-kantor pemerintah, persawahan, sektor perindustrian, dan lain-lain.

Akibat bencana ini jalur lalu litas perdagangan Surabaya–Malang dan Surabaya-Banyuwangi sempat lumpuh total. Sehingga berpengaruh pada kehidupan perekonomian di Jawa Timur.

Kamis itu kebetulan hari libur, yaitu hari Tahun Baru Islam, 1 Muharram 1434 Hijriyah. Kami memanfaatkannya dengan bepergian ke luar kota bersama anak dan istri. Terdorong oleh rasa ingin tahu kami tentang Danau Lapindo, maka berangkatlah kami menuju kota Porong–Sidoarjo.

Sesampai di pintu masuk tanggul Danau Lapindo, seorang penjaga memungut biaya masuk sebesar Rp 5.000 per orang. Di dalam areal danau, para pengunjung masih dipungut biaya suka rela sebelum memasuki lokasi pusat semburan.

Danau Lumpur Lapindo dikelilingi oleh tanggul yang cukup tinggi, dengan ketebalan tanggul yang memungkinkan kendaran roda empat (dump truck) bisa berjalan lalu lalang melalui tanggul itu. Sebelum memasuki tanggul, masih di Jalan Raya Porong, banyak warga sekitar yang mendirikan warung-warung makan dan minuman. Mereka mencari rejeki dengan berjualan makanan dan minuman untuk menambah ekonomi keluarga.

Setiap pengunjung  yang  datang  mereka tawari suvenir-suvenir, berupa kaus dan CD tentang bencana lumpur panas ini. Layanan payung dan ojek juga tersedia bagi pengunjung yang kebetulan tidak membawa motor sendiri.

Mengingat begitu luasnya danau ini, sehingga berjalan-jalan keliling danau tidak bisa dilakukan dengan berjalan kaki. Terlalu capek dan keadaan udara sangat panas menyengat kulit akibat musim kemarau yang berkepanjangan.

Dari kejauhan tampak sesekali asap putih mengepul timbul tenggelam rupanya. Di sanalah tempat pusat semburan, ada bau khas dan tak sedap yang ditimbulkan akibat keluarnya lumpur panas dari perut bumi muncul dan hilang kembali diterpa angin kemarau.

Kami menyaksikan pompa-pompa air yang berukuran sangat besar, juga kapal-kapal pengeruk lumpur serta mess karyawan BPLS (Badan Penanggulangan Lumpur Sidoarjo) yang siang itu kelihatan sepi dan lengang. Hanya suara atap mess yang terbuat dari bahan pelat seng tersingkap akibat tiupan angin yang mengundang perhatian kami.

Tidak lama kemudian, beberapa pasang pengunjung dengan mengendarai sepeda motor mendatangi tempat yang terdekat dengan pusat semburan. Kami lalu berbincang bersama sambil memandangi pusat semburan lumpur.

Mereka datang bersama keluarganya sehabis menengok sanak keluarga di daerah lain,  "penasaran dengan cerita banyak orang tentang danau Lapindo, sekalian main-main kesini," ungkap salah satu dari mereka.

Sebagian pengunjung,  memanfaatkan waktunya dengan berfoto bersama anggota keluarganya dengan latar belakang danau lumpur yang sudah mengering. Terlihat jelas sekali permukaan lumpur yang mulai mengeras dan retak-retak akibat musim kemarau.

BPLS sengaja memisahkan material yang keluar dari lubang semburan menjadi dua bagian. Sebagian danau khusus menampung air dan danau lain untuk endapan lumpur.

Ali, seorang pemandu wisata menjelaskan, "meski tempat ini terdekat dengan lokasi semburan, namun jaraknya masih puluhan kilometer dari sini. Wisatawan tidak diperkenankan melihat terlalu dekat dengan pusat semburan untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti terjatuh dan lain-lain,".

Pohon cemara ditanam dengan jarak tanam yang teratur, tampak mempercantik jalan masuk lokasi pusat semburan ini. Meski ada sebagian yang mengering akibat kemarau panjang.

Hari menjelang sore, setelah puas mengunjungi tempat wisata Lumpur Lapindo kami lalu beranjak pulang. Dengan berhati-hati kami menuruni  tanggul yang tinggi itu. Anak kami juga merengek karena perutnya lapar.

Kebetulan ada warung sederhana di dekat danau yang menyediakan makanan khas kota Porong, ote-Ote namanya. Kami pun dengan lahap menyantap ote-ote itu. Ditambah petis Sidoarjo, duh semakin nikmat rasanya. Sebagian lagi kami bawa pulang untuk oleh-oleh keluarga di rumah.

0 komentar:

Post a Comment