Tuesday, May 14, 2013

Jalan-Jalan Hemat dan Sehat Ke Lampung, Bisa Banget!


detikTravel Community - 

Sebagai penduduk Jakarta, mungkin Anda sering merasa bingung menentukan tujuan berlibur ketika akhir pekan. Lampung bisa menjadi alteratif destinasi Anda untuk berlibur dengan biaya terjangkau dan juga bebas macet.

Pengalamanku yang satu ini mungkin bisa dicoba. Jalan-jalan hemat, sehat dan berkesan ke Lampung. Perjalananku dilakukan pada Bulan Desember 2009. Saat itu, di kalender terdapat hari libur yang cukup panjang, mulai tanggal 24 hingga 27 Desember bertepatan dengan libur Natal.

Perjalanan dimulai pada tanggal 24 Desembar sekitar pukul 9.00 WIB. Tujuan pertamaku adalah Pelabuhan Merak, Banten. Kebetulan saya bekerja di salah satu perusahaan pelayaran swasta di dekat Terminal Tanjung Priok.

Setiap hari di depan kantor sering melintas bus antar kota salah satunya rute Tanjung Priok-Merak. Jadi cukup mudah bagiku menemukan bus. Ongkosnya cukup murah, hanya Rp 17.500 saja.

Lama perjalanan sekitar 3 jam. Sesampainya di Pelabuhan Merak, saya langsung membeli tiket penyeberangan seharga Rp 10 ribu dan menuju kapal ferry. Kalau ingin cepat, Anda juga bisa memakai speed boat dengan harga Rp 30 ribu per orang.

saya memilih duduk di bagian luar yaitu di bagian buritan agar bisa menghirup udara segar dan melemparkan pandangan dengan leluasa. Sebelum kapal berangkat, Anda bisa saksikan proses pemuatan mobil dan sepeda motor yang juga ikut ke atas kapal, sambil melihat beberapa sisi pelabuhan yang menarik.

Setelah muatan dirasa cukup, kapal pun mulai jalan. Sekeliling pemandangan terlihat luas dan birunya Selat Sunda menyejukkan mata. Ada pulau-pulau kecil yang terlihat menyembul di laut, juga pegunungan serta kapal tongkang kecil yang berpapasan.

Angin segar memberikan kesempatan pada pikiran dan badan untuk rileks setelah setiap hari bergelut dengan kesibukan dan polusi khas ibu kota. Setelah 1 jam berlayar, sampailah di pelabuhan Bakauheni.

Dari kejauhan, di atas bukit terlihat tulisan Lampung dan hiasan mirip mahkota besar yang disebut Siger Menyambut. Sesuai rencana, saya langsung menuju terminal bus untuk menuju Rajabasa, salah satu terminal yang ada di Kota Bandar Lampung.

Anda harus sedikit bersabar, terkadang bus menunggu lama sampai penuh dengan penumpang. Selain itu, adanya calo yang suka memaksa-maksa untuk menumpangi bus tertentu, kadang terasa menjengkelkan.

Perjalanan Bakaheuni (Bakau)-Rajabasa memakan waktu 4 jam. Tapi gara-gara menunggu terlalu lama di Bakau, bus baru tiba di Rajabasa sekitar jam 8 malam. Tujuan wisata pertamaku Way Kambas.

Berhubung sudah malam saya memutuskan untuk makan di terminal dan mencari penginapan di sekitar situ. Sebelum mencari penginapan, saya menuju Islamic Centre di dekat Rajabasa untuk sholat terlebih dulu. Tak disangka saya bertemu dengan orang yang menawariku tempat untuk menginap.

Dia adalah warga yang rumahnya di sekitar Islamic Centre. Sebut saja namanya Pak Ahmad. Lumayan pikirku, mungkin ini rejeki untuk orang yang suka beramal.

Keesokannya setelah sholat Shubuh dan sarapan di rumah Pak Ahmad, saya mulai perjalanan ke Way Kambas. Pertama, dengan naik bus dari Rajabasa menuju Terminal Metro, kota kecil yang ada di utara Bandar Lampung. Ongkosnya Rp 10 ribu dengan lama perjalanan 1 jam.

Dari sana perjalanan akan dilanjutkan dengan bus Metro-Way Kambas. Tapi, ketika sampai di sana saya tak kunjung mendapatkan bus yang dimaksud. Kata beberapa orang di terminal, rute tersebut ternyata sudah jarang.

Akhirnya, dari informasi mereka pula saya menggunakan alternatif lain. Naik angkutan kota (angkot) dari terminal ke Kota Metro dengan ongkos Rp 3 ribu dan dilanjutkan dengan angkot ke Way Kambas.

Sesampainya di Metro saya berjalan-jalan sebentar menikmati pagi di Kota Metro. Lumayan nyaman kotanya, bersih, sepi tidak sumpek seperti di Jakarta.

Setelah puas berkeliling, saya pun naik angkot menuju Way Kambas. Lagi lagi angkot menunggu penumpang sampai penuh. Cukup lama sekitar 1 Jam. Mau berganti angkot percuma karena ini adalah angkot yang sudah punya giliran untuk berangkat. Ongkosnya lebih mahal dari angkot sebelumnya yakni Rp 20 ribu.

Dalam perjalanan ke Way Kambas ada hal yang menarik bagiku. Meski di Lampung, tapi banyak dijumpai kampung yang memiliki nama seperti di Jawa. ada Pekalongan, Adirejo, Sidodadi, Purwosari, Gantiwarno, Bumiayu dan masih banyak lagi.

Selain itu, di pinggir jalan banyak photo-photo caleg yang juga bernama Jawa. Maklum masih suasana Pilkada. Penduduknya pun bisa berbahasa Jawa. Termasuk supir angkot yang tumpangi selain bisa berbahasa Lampung, bahasa Jawanya juga fasih.

Seringkali saya bercakap-cakap dengannya memakai bahasa Jawa. Jangan tanya soal masakan Jawa di sana. Banyak sekali yang berjualan seperti soto, nasi rawon, pecel lele dan lainnya. Gelombang transmigrasi orang-orang Jawa di masa lampau telah memberikan warna tersendiri di wilayah ini.

Bagi yang suka durian, berjalan-jalan ke daerah ini pada akhir tahun tentu layak dipertimbangkan. Di pinggir jalan sering saya jumpai orang berjualan durian dengan harga bervariasi mulai dari Rp 10 ribu per buahnya.

Setelah 1 jam perjalanan, akhirnya saya diturunkan di depan sebuah gapura yang ada patung gajahnya. Tak lama, ada seorang tukang ojek menghampiriku. Ternyata angkot tidak masuk sampai Way Kambas.

Karena terletak di kawasan hutan lindung, mau tidak mau saya harus menyewa ojek. Setelah tawar menawar akhirnya kami sepakat dengan harga Rp 50 ribu. Tukang ojek akan mengantarkanku masuk ke Way Kambas, jadi juru potret sekaligus pemandu serta mengantarku ke agen bus untuk kembali pulang ke Rajabasa.

Setelah membeli tiket seharga Rp 6 ribu per orang, kami pun masuk ke Way Kambas. Seperti yang diduga, banyak gajah yang terlihat di sana. Ada gajah yang sedang berjalan-jalan di lapangan rumput, ada yang dilatih menarik kereta penumpang, ada juga yang sedang difoto dengan pengunjung lain.

Hanya sayang, saat itu gajah-gajahnya sedang tidak latihan sepak  bola. Di sana ada Museum Gajah dan kita bisa melihat informasi berkaitan dengan penagkaran gajah. Udaranya cukup bersih, saya menyempatkan diri untuk jalan-jalan di sekitar sementara tukang ojek pribadiku menunggu.

Setelah puas, tukang ojek membawaku ke agen bus Rajawali di daerah Way Jepara. Seperti kubilang tadi, banyak daerah bernuansa Jawa di sini. Sebelumnya, kami salat Jumat dahulu di dekat Way Kambas dan makan nasi soto di sana.

saya membeli tiket bus Jepara-Rajabasa seharga Rp 20 ribu. Lebih murah dan praktis karena langsung menuju Rajabasa daripada jalur yang kugunakan tadi pagi. Ya, karena saya tidak tahu namanya juga baru pertama kali.

Pak Ahmad sudah menunggu untuk makan malam di rumah. Setelah itu dia mengajakku untuk jalan-jalan malam di Kota Bandar Lampung, melewati beberapa tempat seperti Tanjung Karang dan Kampus UNILA. Lumayan asyik dengan ongkos Rp 3 ribu sekali naik angkot sudah bisa berkeliling kota dengan gembira.

Keesokan paginya, setelah sholat shubuh saya berpamitan pulang pada Pak Ahmad. Sebelumnya saya menyempatkan sekali lagi untuk berkeliling menikmati pagi di Bandar Lampung.

Dengan kembali menggunakan angkot dan kadang berjalan, saya mencari objek-objek bagus untuk difoto. Setelah puas saya langsung mencari angkot menuju perempatan Damri. Di sana saya menunggu bus untuk menuju ke Panjang.

Sebelum melanjutkan bus ke Pelauhan Bakauheuni, saya menyempatkan diri untuk membeli oleh-oleh yang banyak dijual di Panjang. Ada kerupuk kemplang, kripik balado dan lainnya. Saya membeli beberapa bungkus saja untuk dibawa ke Jakarta.

Atas saran dari penjual oleh-oleh, saya menyempatkan untuk berkunjung ke Pulau Pasir dan Pantai Pasir Putih yang letaknya tidak jauh dari situ. Dari Panjang menuju lokasi cukup naik angkot saja yang harganya lagi-lagi Rp 3 ribu.

Pulau Pasir letaknya tepat di depan PLTU Tarahan. Di sana ada anak-anak kecil yang menyewakan kano untuk bermain di tepi pantai dan perahu untuk menyeberang pulau yang ada di situ. Tidak mahal, untuk kano hanya Rp 5 ribu per jam per orangnya dan sewa perahu hanya Rp 20 ribu per orang.

Cukup menarik, hanya sayang awan tiba-tiba mendung dan gerimis. Kuputuskan untuk pulang saja. Aaya juga tidak mengunjungi Pantai Pasir Putih yang letaknya bersebelahan dengan Pulau Pasir. Dengan angkot, saya kembali menuju Panjang. Di sana saya menunggu bus ke Pelabuhan Bakauheuni untuk kembali ke Jakarta.

Cukup mengasyikan bukan? Anda bisa sekali-kali mencobanya sebagai alternatif menghabiskan long weekend. Selain murah, tempat yang bisa dikunjungi juga variatif serta ramah lingkungan.

Pemandangan yang indah dan udara yang sehat akan mudah kita temukan selama melakukan perjalanan. Anda juga telah melakukan wisata bahari, alam dan kota sekaligus.

0 komentar:

Post a Comment