Thursday, April 18, 2013

Pembantaian Berdarah di Kuburan Massal Mandor


Landak - Banyak turis akan berlalu begitu saja saat melihat gapura Makam Juang Mandor di Kabupaten Landak, Kalimantan Barat. Padahal, ini adalah kuburan massal yang menyimpan kisah kekejaman tentara Jepang di Indonesia.

Pak Anto, supir ekspedisi Women Across Borneo mengangkat alis saat saya meminta mobil putar balik di Kecamatan Mandor, Kabupaten Landak, Kalbar. Celetukannya soal "kuburan massal" saat melewati gapura berwarna kuning-hijau itu membuat saya penasaran. Pak Anto yang asli Pontianak itu mengaku belum pernah masuk ke dalamnya.

"Serem banget. Waktu itu (tayangan) Dunia Lain pernah syuting di sini, pada nggak tahan karena banyak banget (mahluk halusnya)," tuturnya cepat.

Tak lama setelah mobil melewati gapura, saya dihadapkan pada sebuah kompleks monumen. Gerbangnya digembok, rumput hijau tumbuh liar di berbagai tempat. Beralih ke relief yang memanjang di temboknya, seketika saya diam.

Relief itu bergambar tentara-tentara Jepang sedang menyiksa pribumi. Mereka memegang senapan dan samurai, tampak berteriak kepada gambar pribumi bermuka sayu dan pasrah. Pribumi itu ada yang laki-laki, perempuan, sosok berkacamata, dan orang Tionghoa yang terlihat dari bajunya yang berbeda.

Pak Anto menunjuk ke arah gerbang masuk di sisi monumen. Dekat gerbang masuknya terdapat papan usang bertuliskan 'Pelayanan Informasi Pariwisata', mengacu pada bangunan kosong tak terawat di belakangnya. Tak ada tanda-tanda kehidupan di sana. Ya ampun... Lalu dari mana saya bisa mendapat informasi soal makam ini?

Mobil melaju di jalan aspal yang hanya cukup untuk 1 mobil. Tapi jangankan mobil, manusia pun tak ada yang lewat. Tak jauh dari pintu gerbang saya melewati lapangan berpasir yang cukup luas. Suasana mulai mencekam, padahal pada Selasa (9/4/2013) itu masih pukul 13.00 WIB.

"Ini tempat pribumi dulu dibunuh, dipenggal kepalanya," kata Pak Anto.

Saya merinding, namun penasaran. Akibat minim informasi, saya membuka ponsel dan mencari keterangan di internet. Apa yang saya temukan kemudian cukup mengejutkan dan membuat bulu kuduk semakin berdiri.

Peristiwa Mandor adalah pembantaian massal yang terjadi pada 1942-1945. Waktu itu wilayah Kalimantan Barat dikuasai Jepang. Mereka ingin membuat 'Jepang kedua' dengan cara membunuh para intelektual dan mendidik anak-anak dengan cara Jepang.

Pribumi yang berusia di atas 12 tahun diculik kemudian dibantai. Mereka berasal dari kalangan intelektual, politisi, tokoh masyarakat, tokoh agama, pedagang, hingga rakyat jelata. Tua dan muda, laki-laki dan perempuan. Sejarah mencatat ada lebih dari 20.000 pribumi yang dibantai oleh Jepang. Biasanya yang melakukan penindasan dan penyiksaan tersebut adalah Kempeitai (polisi militer) dan Tokkeitai (Angkatan Laut Jepang).

Cara mereka dibunuh? Tentara Jepang membungkus kepala pribumi menggunakan kain hitam kemudian ditebaslah kepala mereka. Ada pula yang meninggal karena mulut mereka dimasukkan selang dengan PGEgaHJlZj0iaHR0cDovL2FkaXByYW1hbmEuY29tLzIwMDkvMDIvYWlyLWR1a3VuLWNpbGlrLXBvbmFyaS1zdWRhaC1iZXJlZGFyLmh0bWwNIiB0YXJnZXQ9Il9ibGFuayIgcmVsPSJub2ZvbGxvdyI+YWlyPC9hPg== mengucur. Informasi yang saya dapat dari internet juga menjelaskan, kita bisa melihat potongan-potongan samurai di area kuburan massal.

Mobil berhenti, saya sontak kaget. Di depan kami terdapat satu bangunan besar, tampak seperti kuburan raksasa namun beratap kerucut. Di tembok depannya terdapat tulisan: Kuburan Korban Perang, Pendjadjahan Japan, 1942-1945. Mobil melaju lagi, dan tampaklah kuburan kedua. Belok kiri ada kuburan ketiga, kemudian keempat dan kelima.

Total ada 10 kuburan massal yang tersebar acak. Informasi yang saya dapatkan dari internet menjelaskan, makam nomor 9 punya tiang berukiran khas Dayak. Di sanalah Sultan Pontianak dulu ikut dikubur bersama para intelektual lainnya.

Mobil berhenti di depan salah satu kuburan. Saya keluar mobil untuk mengambil PGEgaHJlZj0iaHR0cDovL2FkaXByYW1hbmEuY29tLzIwMTAvMDMvZm90by10ZWxhbmphbmctZmFocmFuaS5odG1sDSIgdGFyZ2V0PSJfYmxhbmsiIHJlbD0ibm9mb2xsb3ciPmZvdG88L2E+nya dari dekat. Beberapa jepretan kemudian saya pun mundur, mendadak ingin kembali secepat mungkin. Mobil pun melaju kembali ke gerbang depan Makam Juang Mandor.

Setelah melewati pintu masuk dan kembali ke depan monumen, seorang bapak-bapak menutup gerbang tersebut. Saya bertanya kepada Pak Anto, kenapa gerbangnya ditutup? Dia menggeleng tak tahu. Bangunan dengan papan bertuliskan 'Pelayanan Informasi Pariwisata' juga masih saja kosong.

Di gapura depan terdapat plakat yang ditandatangani oleh Gubernur Kalimantan Barat saat itu, Kadarusno, tanggal 28 Juni 1977. Tulisannya "Kupersembahkan Makam Juang Bagimu, Untuk Mengenang Jasa dari Pengorbananmu, Dalam Menentang Penjajahan di Kalimantan Barat".

Mobil kembali melaju di jalanan Kabupaten Landak. Benak saya masih dipenuhi pertanyaan. Tempat wisata sejarah itu tidak terawat sama sekali. Kalau saja pemerintah mau mengelolanya dengan lebih baik, mungkin semakin banyak wisatawan yang ingin berkunjung ke sini.

0 komentar:

Post a Comment