Wednesday, March 20, 2013

Jangan Lupa! Ada Makam Pangeran Diponegoro di Makassar


Makassar - Kota Makassar tidak hanya identik dengan pahlawan nasionalnya Sultan Hasanuddin. Namun, di Kota Anging Mammiri ini juga telah gugur Pangeran Diponegoro, yang wafat di Makassar, 8 Januari 1855 silam. Berziarahlah ke makamnya saat traveling ke Makassar

Lokasi kompleks makam Pangeran Diponegoro dan keluarganya ini terletak di pusat kota Makassar, di dekat pusat perbelanjaan Pasar Sentral Makassar. Nama Pangeran Diponegoro diabadikan menjadi nama jalan di depan makam sejak tahun 1970-an, yang sebelumnya bernama Jalan Maccini Ayo, di daerah Kampung Melayu, Makassar.

Untuk menuju makam Pangeran Diponegoro, bisa menggunakan jalur Angkutan Kota Pete-pete jurusan Pasar Sentral. Dari Bandara Sultan Hasanuddin jaraknya sekitar 17 kilometer jika ditempuh lewat jalan tol atau sekitar 24 kilometer jika ditempuh lewat jalur Sudiang-Daya-Tamalanrea.

Di samping pusara putra Sultan Hamengku Buwono III ini yang bernama Mustahar dan gelar kerajaannya, Raden Mas Ontowiryo, juga terdapat makam istrinya, Raden Ayu Ratu Ratna Ningsih yang wafat pada tahun 1865.

Di sekitar kompleks makam yang asri dan rimbun pepohonan ini, juga terdapat 6 makam putra-putri Pangeran Diponegoro, yakni BRM Abdul rahman, BRM Abdul Rahim, BRA Putri Munadimah, BRM Abdul Gan dan BRM Abdul Gafur. Selain makam anak-cucunya, para pengikutnya juga turut dikebumikan di kompleks makam ini.

Juru kunci makam, Raden Mas Saleh Cangga Diponegoro (69 tahun) yang ditemui detikcom, selasa (19/3/2013), menyebutkan kompleks makam ini ramai dikunjungi oleh mayoritas turis domestik asal pulau Jawa. RM Saleh yang merupakan cicit Pangeran Diponegoro ini menjaga makam eyang kakung-nya setiap hari, dari pukul 08.00 Wita hingga pukul 17.00 Wita ini, meskipun rumahnya berada di luar kota Makassar.

"Banyak juga pejabat-pejabat yang pernah ziarah ke sini, seperti Gus Dur saat masih jadi presiden, Sultan Hamengku Buwono X juga sebelum dilantik jadi Sultan sering ke sini, tapi yang paling sering dari kalangan pejabat militer," ujar RM Saleh.

RM Saleh menambahkan, eyang kakung-nya wafat saat menjalani pengasingan di salah satu sel di Benteng Fort Rotterdam, di Makassar oleh pemerintah Belanda pada tahun 1834-1855. Sebelumnya, Pangeran Diponegoro bersama keluarga dan pengikutnya diasingkan di Manado, Sulawesi Utara, tahun 1830 hingga tahun 1834.

Pangeran Diponegoro dibuang Belanda, setelah dijebak dalam sebuah perundingan dan akhirnya ia menyerah pada 28 maret 1830. Sebelum menyerah Pangeran Diponegoro memimpin perang perlawanan rakyat di sekitar dataran tinggi Semarang dan Magelang, menentang penindasan Belanda yang dipimpin Jan Willem Janssens, di tahun 1825-1830.

Menurut RM Saleh, enam putra-putri Pangeran Diponegoro beranak-pinak dengan menikah dengan penduduk setempat. Hingga saat ini seluruh keturunan Pangeran Diponegoro terhimpun dalam Ikatan Keluarga Pangeran Diponegoro yang tersebar di penjuru Nusantara.

Di kompleks makam ini juga terdapat sebuah pendapa, sesuai dengan wasiat Diponegoro yang meminta dibuatkan pendapa. Di pendapa ini terdapat dua lukisan Pangeran Diponegoro, yakni model potret dan Pangeran Diponegoro yang sedang menunggang kuda, serta menghunus keris. Selain itu, juga terpampang PGEgaHJlZj0iaHR0cDovL2FkaXByYW1hbmEuY29tLzIwMTAvMDMvZm90by10ZWxhbmphbmctZmFocmFuaS5odG1sDSIgdGFyZ2V0PSJfYmxhbmsiIHJlbD0ibm9mb2xsb3ciPmZvdG88L2E+ Kapal Perang RI Diponegoro milik TNI Angkatan Laut.

"Kami selalu dikabari oleh kapten kapal KRI Diponegoro, katanya KRI Diponegoro sedang berada di Lebanon, kru-kru kapal ini juga sering berkunjung ke makam," tambah RM Saleh.

Salah satu pengunjung makam, Imam Kusharto asal Banjarnegara, Jawa Tengah, mengaku sengaja berkunjung ke kompleks makam untuk mengenang dan menghargai jasa-jasa Pangeran Diponegoro dalam menumpas penjajahan Belanda.

0 komentar:

Post a Comment