Wednesday, February 20, 2013

Serasa Jadi Jack Sparrow di Selatan Pulau Lombok


detikTravel Community - 

Kalau hanya mengunjungi Senggigi atau Gili Trawangan, berarti Anda belum benar-benar bertualang di Lombok, NTB. Coba datang ke Pantai Pink. Di sana Anda bisa berlayar seperti Jack Sparrow, ke Gili Tiga di selatan Pulau Lombok. Seru!

Gunung Rinjani mungkin menjadi objek wisata paling terkenal di Kabupaten Lombok Timur. Sebab dikabupaten ini terdapat Sembalun lawang yang menjadi jalan masuk menuju pendakian Rinjani.

Di sepanjang jalan menuju Sembalun akan banyak ditemui plang menuju air terjun, mata air, kolam renang, pemandian dan wisata air lainnya. Sebut saja Otak Kokoq, Lemor, Joben, Pemandian Pesanggrahan sebagai contoh wisata air yang ada di sana.

Tapi kali ini, tujuan perjalanan saya adalah menyusuri pantai di sepanjang jalur timur ke selatan Lombok. Kali ini saya sebagai tuan rumah membawa banyak sekali tamu, teman kantor, dan teman kampus yang sudah lama sekali merencanakan perjalanan ke Lombok.

Tiga orang sudah melanjutkan perjalanan ke Bali, usai mereka berlibur bersama di Gili Trawangan Lombok Barat. Bersama lima teman lainnya, saya menyiapkan sepeda motor untuk berangkat. Maklum, jalur yang ditempuh lumayan panjang. Tak ada jeep, motor matik atau bebek pun jadi!

Usai sarapan dengan menu makanan tradisional di dekat terminal Pancor, kami pun melajukan sepeda motor. Perjalanan yang sempat terhenti akibat ban bocor sempat mencemaskan. Perjalan akan jauh dan jalan yang dilalui akan lama, berpasir, berdebu dan berbatu. Tapi karena semangat, kami pasrahkan semuanya pada tukang tambal ban dan bensin eceran yang mudah-mudahan banyak kami temui di jalan nanti.

Perjalanan dimulai melalui Kota Selong, tembus ke Klayu dan melewati Tanjung. Dalam perjalanan ini, kami juga melewati Pantai Suryawangi, Pantai Labuhan Haji dan Pantai Rambang. Kami pun sempat singgah di Pantai Rambang yang juga menjadi kawasan pantai yang sebagiannya dipakai sebagai landasan udara untuk Angkatan Udara. Meski gersang dan panas, pantai yang bersih, tidak begitu bergelombang membuat kami ingin beristirahat dan menikmati suasana di sana.

Inilah Rambang, sebuah pantai dengan beberapa pohon bakau dan karang-karang di ujungnya. Pasir putih dan hitam agak tercampur. Pohon-pohon meranggas karena panas. Kami minum air dari botol yang kami bawa dan mengambil foto untuk bernarsis ria sejenak. Berfoto di muara yang mirip danau kecil dekat pantai.

Kami hanya singgah sebentar di sana, karena perjalanan masih jauh. Kami pun berangkat, menyusuri jalan yang terlihat baru diaspal dan membentang di sampaing pantai-pantai Lombok Timur menuju Lombok bagian selatan. Hampir putus asa, sebab beberapa pantai yang kami temui sepanjang jalan itu belum satu pun yang merujuk ke Pantai Pink.

Bahkan saya sebagai penduduk Lombok Timur pun belum pernah berkunjung ke Pantai Pink. Dari beberapa info, patokan pantai ini adalah dekat Pantai Surga, Pantai Cemara dan Tanjung Ringgit. Beberapa nama pantai itu memang cukup familiar dan saya tahu jalurnya.

Tapi karena Pantai Pink masih menjadi tujuan baru, tak banyak info yang bisa didapatkan. Bahkan di papan penunjuk jalan yang menuju pantai lainnya. Pantai Pink tidak ikut disertakan. Menurut penduduk yang kami jumpai di jalan, Pantai Pink bernama asli Pantai Tangsi. Namun karena pasir pantainya yang berwarna pink, maka tenarlah ia disebut sebagai Pantai Pink.

Sepanjang jalan kami juga melihat perkebunan yang mengeluarkan aroma tembakau khas Lombok. Juga beberapa pantai di kawasan yang dijadikan sebagai tempat pembuatan garam. Di sana kita bisa melihat tembakau menghijau, atau jemuaran tembakau-tembakau kering yang sudah menguning di pinggir jalan. Angin masih meniupkan aroma bacin dan asin laut.

"Masih jauh, terus saja ikuti jalan," begitulah rata-rata jawaban yang diberikan kepada penduduk setempat ketika kami bertanya. Hampir frustasi, kami berbelok ke kiri dari jalan di Pasar Kruak setelah pasar ikan di dermaga Labuhan Tanjung Luar yang sempat kami kunjungi. Berdasarkan kesepakatan bersama, kita akan membeli ikan sepulangnya aja. 

Tiba di Kecamatan Jerowaru, kami dihadapkan pada jalan batu, pasir dan debu. Inilah jalan panjang menuju Pantai Pink seperti yang diterangkan warga yang kami jumpai di sepanjang jalan. "Silakan menyeberang sini," ucap beberapa penduduk yang kami tanyai di jalan.

Jalan yang jelek tak jadi hambatan, kami laju terus, meski sesekali takut tergelincir dan ban pecah. Sebab tak mungkin ada penolong di daerah itu. Mata juga tak pernah luput dari hajaran pasir dan debu yang diterbangkan oleh mobil dan motor, atau kendaraan melintas di depan kami.

Setelah setengah jam perjalan, kami memasuki jalan yang sekelilingnya ditumbuhi pohon sejenis akasia. Pohon yang berderet rindang, rapi, seolah menjadi pengawal penunjuk arah.

Beberapa teman terlihat mulai putus asa dan bosan. Tapi, saya percaya ketika sampai di pantai, rasa lelah kami akan terobati. Maka kami akhirnya menemukan plang kecil Pantai Pink. Kami harus menuruni jalan terjal berdebu untuk sampai pantai itu.

Dengan sepeda motor matik dan bebek, kami paksakan juga turun. Sekitar dua ratus meter di balik kepulan debu itulah Pantai Pink terbentang.

Dengan kaki dan motor berdebu, kami akhirnya menginjak Pantai Pink. Pantai yang kami buru sejak hampir dua jam yang lalu.  Memang sepi, setidaknya hanya dua mobil dan hanya beberapa motor yang parkir di sana. Hanya ada satu warung kecil dengan persedian makanan seadanya, seperti soft drink, air mineral dan tentu saja popmie.

Karena datang agak siang, pasir pantainya tidak terlihat terlalu pink. Konon kalau datang pagi atau sore, terpaan sinar matahari yang agak jingga akan membuat warna pink terlihat mencolok di pantai itu. Tapi memang betul, pantai ini berwarna pink.

Berbeda dengan kebanyakan pantai di Lombok atau Indonesia. Koral-Koral berwarna pink yang terhempas ombak melebur dan bersatu bersama pasir. Jumlahnya yang banyak membuat campuran pantainya jadi terlihat pink. Rasa lelah kami selama di jalan kini terobati.

Saat kami datang air sedang surut, jadi bisa langsung menuju tengah pantai, melihat tripang yang sangat banyak jumlahnya. Mata air dalam laut yang terlihat unik, karang, dan tanaman laut pun bisa dengan mudah dilihat.

Langit yang cerah membuat suasana menjadi terasa segar dan damai. Di bibir pantai terlihat beberapa perahu kecil yang bersandar. Karena laut tenang dan nyaris tidak berombak, tebing-tebing dan gili-gili kecil di kejauhan seolah memangil-manggil.

Hasrat berkeliling pantai dengan naik perahu sudah tak bisa ditunda lagi. Kami pun memutuskan untuk menyewa perahu. Dengan bahasa daerah Sasak sebagai modal menawar, mencari belas kasih turis lokal, saya coba berkomunikasi dengan nelayan.

Ya, kami berenam, semantara perahu kecil ini biasanya hanya mengangkut empat orang dan tak lebih. Takut terbalik, begitu kata seorang nelayan. Dengan modal nekat dan alasan perjalanan jauh, maka saya berhasil membuat kesepakatan. Rp 50.000 saja untuk berkeliling sepuasnya. 

"Aha, waktunya jadi Jack Sparrow mengelilingi laut di selatan Pulau Lombok!

Tak henti-hentinya kami merasa takjub dengan pemandangan laut dan pantai di sekitar Pantai Pink. Di balik karangnya, tersembunyi pantai-pantai yang nyaris tak terjamah. Tak ada warung dan kendaraan yang terparkir. Seolah semua panorama ini menjadi serpihan surga yang tercecer ketika Tuhan membuatnya.

Kami menuju Gili Tiga, gili yang tak berpenghuni. Tak ada manusia atau binatang seperti anjing dan kucing di sana. Hanya ada kami yang datang menempuh jarak dan berkali-kali bertanya menuju lokasi ini.

Pantai di Gili Tiga berpasir putih pink dengan campuran bebatuan-babatuan kecil berpermukaan halus. Permukaan pantainya nyaman diinjak dan tak membuat lecet kaki. Kami memasuki pulau, naik ke dataran yang agak tinggi di dekat gua kecil. Di salah satu spot kami berfoto dengan latar laut, pulau atau tebing yang bisa kami pilih semaunya. Setidakna jika saya punya uang Rp 5 miliar, ingin rasanya membangun rumah di sana, membeli pulau dan satu kapal boat.

Usai berkeliling di pulau kecil nan indah ini, kami kembali naik perahu dan berputar di sekitar pantai lainnya. Pantai-pantai yang saya lupa namanya. Sulit rasanya menghapal beberapa nama pantai asing tesebut.

Di tengah laut, kami merasa menyesal sebab tak membawa alat snorkeling, ingin rasanya menceburkan diri dan menikmati pemandangan bawah laut yang indah tersebut. Akan nyaman sekali rasanya kalau saya tinggal dua tau tiga hari, membawa alat snorkeling atau diving. Saya pasti akan menikmati surga bawah laut yang tak banyak dilihat orang. Daerah ini terpencil, jauh dari wisatawan yang biasa berkunjung ke tempat-tempat wisata populer.

Melewati laut yang dingin, tenang, serta jernih, kami bisa menyaksikan ikan-ikan saling berkejaran bergerombol. Karang laut dan beberapa binatang, seperti bintang laut yang ada di dasar laut juga bisa dilihat dengan jelas. Sembari menyaksikan juga tebing-tebing dengan air yang surut, beberapa bongkah batu besar di tengah laut atau pulau-pulau seluas 25 m2.

Usai itu, kami pun kembali ke Pantai Pink. Sejenak kami kembali menikmati pantai, mengusir dahaga dengan minuman. Kemudian dilanjutkan dengan berkemas dan bersiap pulang.

Di perjalan pulang, kami berencana mampir di Labuhan Tanjung Luar untuk membeli ikan-ikan yang konon harganya sangat murah. Di sana, ikan dan cumi-cumi hanya dijual Rp 5.000 saja.

Dalam perjalanan pulang, kami menyaksikan matahari berwarna jingga di atas pantai dan perkebunan tembakau. Kami menikmati sunset di atas motor masing-masing, sembari saya mengingat sebuah roman berjudul 'Negeri Senja' karya Seno Gumira Ajidarma.

0 komentar:

Post a Comment